PLNWatch.WahanaNews.co | Energy Watch menilai manuver pemerintah yang menaikkan tarif listrik pelanggan rumah tangga mampu nonsubsidi golongan 3.500 volt ampere (VA) ke atas (R2 dan R3) dan golongan pemerintah (P1, P2 dan P3) tidak berdampak signifikan pada kinerja keuangan PLN.
Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan beralasan beban kompensasi yang mesti ditanggung PLN relatif besar jika dibandingkan dengan potensi pendapatan yang diterima PLN dari penyesuaian tarif yang diperkirakan sebesar Rp 3,1 triliun hingga akhir tahun ini.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sementara itu, proyeksi beban kompensasi yang mesti dialokasikan PLN mencapai Rp 62,82 triliun pada 2022.
Adapun distribusi pemanfaatan kompensasi itu mayoritas diserap sektor industri mencapai Rp 31,95 triliun atau 50,9 persen, rumah tangga Rp 18,95 triliun atau 30,2 persen, sektor bisnis sebesar Rp 10,84 triliun atau 17,3 persen, dan sisanya pemerintah dan layanan khusus sebesar Rp 1,08 triliun atau 1,7 persen.
“Bagi keuangan PLN memang tidak akan berpengaruh ya karena beban keuangan PLN akan ikut naik juga untuk kompensasi di sektor lain, paling tidak ada penghematan yang bisa dilakukan dengan kebijakan penyesuaian tarif saat ini,” kata Mamit melalui sambungan telepon, Senin (13/6/2022).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dengan demikian, Mamit meminta pemerintah untuk mengkaji kembali rencana perluasan kenaikan tarif listrik untuk sektor industri dan bisnis yang mengambil porsi pemanfaatan kompensasi hampir 70 persen secara nasional.
Menurut Mamit, rencana itu dapat diterapkan pada Januari 2023 di tengah tren harga minyak mentah dunia yang masih tertahan tinggi.
Data Bloomberg hingga Senin (13/6/2022) 13.31 WIB menunjukkan harga minyak mentah Brent berada di angka US$119.87 per barel untuk pengiriman Agustus 2022.
Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) sudah diperdagangkan dengan nilai mencapai US$118.50 per barel untuk kontrak Juli 2022.
“Itu akan makin memberatkan beban keuangan kita apalagi inflasi diperkirakan meningkat juga, akan makin tinggi biaya pokok produksi kita yang dikompensasi untuk sektor industri dan bisnis, perlu ada penyesuaian tarif pada sektor ini,” tuturnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tetap menahan tarif listrik di sektor industri dan bisnis kendati beban kompensasi PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dari dua jenis pelanggan itu cukup lebar di tengah harga minyak mentah dunia yang tertahan tinggi hingga pertengahan tahun ini.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan langkah itu diambil untuk tetap menjaga momentum pemulihan daya beli masyarakat yang belakangan sudah kembali pulih seiring pelandaian pandemi Covid-19.
Selain itu, menurut Rida, sebagian besar sektor industri dan bisnis relatif belum mencatatkan arus kas yang positif pada pada akhir triwulan kedua tahun ini.
“Industri dan bisnis menengah atau besar cenderung besar belum pulih juga, kita tidak mau ambil risiko. Baru saja mereka bangun terus kita terapkan [penyesuaian tarif] ini, takutnya mereka malah turun lagi, artinya mereka tidak bisa bersaing sehingga kita ambil kebijakan untuk tidak menengok duhulu ke sektor bisnis dan industri,” kata Rida saat konferensi pers terkait dengan tarif listrik triwulan III 2022, Jakarta, Senin (13/6/2022).
Dengan adanya penyesuaian tarif, pelanggan rumah tangga R2 berdaya 3.500 VA hingga 5.500 VA (1,7 juta pelanggan) dan R3 dengan daya 6.600 VA ke atas (316 ribu pelanggan) tarifnya disesuaikan dari Rp 1.444,7 per kilowatt hour (kWh) menjadi Rp1.699,53 per kWh.
Sebaliknya, pelanggan pemerintah P1 dengan daya 6.600 VA hingga 200 kilovolt ampere (kVA) dan P3 tarifnya disesuaikan dari Rp1.444,7 kWh menjadi Rp 1.699,53 per kWh.
Sementara pelanggan pemerintah P2 dengan daya di atas 200 kVA tarifnya disesuaikan dari Rp 1.114,74 kWh menjadi Rp 1.522,88 kWh. [Tio]