PLNWatch.WahanaNews.co | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif membeberkan, seputar realisasi suplai batu bara dalam negeri (Domestic Market Obligation/DMO).
Terungkap ada puluhan perusahaan bandel yang belum mematuhi penugasan pemerintah atas suplai batu bara itu.
Baca Juga:
Ratu Batu Bara Tan Paulin Diperiksa KPK di Kasus Rita Widyasari
Saat Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi VII DPR RI, Menteri Arifin Tasrif mengatakan, pihaknya sudah menerbitkan 123 surat penugasan kepada Izin Usaha Pertambangan (IUP), IUPK dan PKP2B.
Dari 123 perusahaan yang wajib suplai batu bara ke PLN, baru 52 perusahaan yang suplai kewajiban tersebut pada Juli 2022.
Dari surat itu badan usaha pertambangan wajib melakukan suplai batu bara ke PLN dengan jumlah tercatat mencapai 18,89 juta ton.
Baca Juga:
KPK Ungkap Eks Bupati Kukar Dapat US$5 per Matrik Ton dari Perusahaan Batu Bara
"Sampai Juli, realisasinya 8 juta ton. Itu dari 52 perusahaan," kata Arifin dalam Raker bersama Komisi VII DPR, Selasa (9/8/2022).
Arifin membeberkan bahwa 71 perusahaan belum dapat melaksanakan penugasan tersebut.
Lima perusahaan diantaranya karena alasan cuaca ekstrem ditambang.
Lalu 12 perusahaan tidak sesuai spesifikasi batu bara dengan PLTU milik PLN.
Selanjutnya dua perusahaan belum beroperasi karena masalah lahan dan empat perusahaan kesulitan mendapatkan sewa dan moda angkutan batu bara.
"Kemudian, 48 perusahaan tidak melaporkan. Pemberian sanksi badan usaha yang tidak melaksanakan penugasan tanpa ada keterangan yang jelas, maka fitur ekspornya pada aplikasi MOMS akan diblokir," kata dia.
Menteri Arifin mengatakan, perusahaan pertambangan batu bara cenderung lebih memilih membayar sanksi dan denda sesuai dengan aturan ketimbang tidak menjual batu bara secara ekspor.
Pasalnya, harga batu bara di pasar ekspor sedang tinggi-tingginya dibandingkan dengan harga dalam negeri yang untuk PLN misalnya hanya USD70 per ton.
"Untuk itu ada kecenderungan untuk menghindari kontrak dengan industri dalam negeri," tambahnya. [Tio]