PLNWatch.WAHANANEWS.CO - Di tingkat nasional, listrik kerap hadir dalam bentuk angka: ribuan desa belum berlistrik, target empat tahun, dan peta pemerataan energi.
Namun di Dusun Kiku Wanggarara, Kabupaten Sumba, Nusa Tenggara Timur, angka-angka itu akhirnya menemukan wujud paling konkret -- sebuah lampu yang menyala di rumah warga.
Baca Juga:
Ondoafi Distrik Abepura Apresiasi PLN, Jaga Keandalan Listrik Nataru di Jayapura
Dusun ini menjadi potret kecil dari agenda besar pemerintah. Di tengah data Kementerian ESDM yang mencatat masih sekitar 5.700 desa dan 4.400 dusun belum menikmati listrik, masuknya jaringan listrik ke Kiku Wanggarara menunjukkan bagaimana target nasional mulai bergerak turun ke level paling dasar: desa.
Presiden Prabowo Subianto sebelumnya menegaskan tekadnya untuk memastikan seluruh desa di Indonesia mendapatkan akses listrik dalam waktu empat tahun.
Komitmen itu kini tidak hanya terdengar dalam pidato, tetapi mulai terlihat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa terpencil.
Baca Juga:
Listrik Desa Jadi Pintu Masuk Industrialisasi Nias
“Dulu kami hanya dengar soal listrik dari cerita dan berita. Sekarang kami melihatnya sendiri menyala di rumah,” ujar Kepala Dusun Kiku Wanggarara, Yustinus Dapa Umbu, belum lama ini.
Program Listrik Perdesaan (Lisdes) yang dijalankan Kementerian ESDM menjadi instrumen utama penerjemahan janji politik tersebut. Dari sudut pandang kebijakan, Lisdes adalah program nasional.
Namun dari sudut pandang warga, ia hadir sebagai perubahan langsung: malam yang terang, aktivitas ekonomi yang bergerak, dan anak-anak yang bisa belajar lebih lama.
“Ini bukan lagi sekadar janji. Bagi kami, ini bukti,” kata Yustinus singkat.
Kisah Kiku Wanggarara memperlihatkan bahwa keberhasilan kebijakan nasional tidak selalu diukur dari laporan dan grafik, melainkan dari satu per satu dusun yang berhasil keluar dari gelap.
Di sanalah janji Presiden diuji -- bukan di ruang konferensi, melainkan di rumah-rumah sederhana yang akhirnya teraliri listrik negara.
Dari satu dusun di Sumba, target nasional itu kini memiliki wajah. Wajah warga yang tak lagi bergantung pada lampu minyak, dan wajah negara yang mulai hadir secara nyata di wilayah paling pinggir Indonesia.
[Redaktur: Sobar Bahtiar]