PLNWatch.id | Pemerintah China kini dipusingkan dengan krisis energi yang melanda negara tirai bambu tersebut. China pun telah mengambil langkah lain untuk meredakan krisis energi di negara tersebut.
China telah meningkatkan harga listrik sebesar 20 persen di antara provinsi-provinsi dengan permintaan yang lebih tinggi, untuk menutup kesenjangan harga antara batu bara dan listrik.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Pembangkit listrik di China sempat enggan menggenjot produksi karena mahalnya harga batu bara. Dan karena Beijing mengendalikan biaya listrik, produsen tidak bisa begitu saja menaikkan harga mereka tanpa izin dari pemerintah.
Otoritas China juga bergantung pada bentuk energi lain untuk meringankan masalah tersebut. NDRC meminta perusahaan yang menghasilkan listrik menggunakan energi nuklir, serta turbin surya, hidro dan angin untuk mencegah pemadaman di daerah perumahan.
Krisis listrik di negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu terus menimbulkan ancaman pada rantai pasokan global.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Pemasok untuk perusahaan besar AS seperti Apple (AAPL) telah mengurangi tingkat produksi mereka untuk bekerja sama dengan pembatasan listrik yang diberlakukan oleh pemerintah setempat di China.
Masalah energi tidak hanya terjadi di China. Di India, otoritas negara itu telah memperingatkan bahwa daerah-daerah utama dapat menghadapi "krisis listrik" karena naiknya biaya listrik. Biaya gas alam juga meroket di Eropa.
Tingkatkan Produksi Batu Bara