Tentunya, dengan sumber data yang berasal dari rekam jejak mereka selama ini, sistem akan memilih vendor yang mempunyai kinerja baik.
Sementara melalui demand forecast, PLN dapat menganalisis dan memprediksi kebutuhan supply chain terkait dengan perencanaan persediaan material dengan menggunakan artificial intelligence dan machine learning.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Sehingga bisa sebagai fungsi kontrol untuk perencanaan yang lebih akurat.
“Dulu Executive Vice President (EVP) Supply Chain mendapatkan data kebutuhan hanya berdasar usulan dari unit-unit. Saat ini EVP Supply Chain sudah dapat menghitung berapa kebutuhan unit berdasarkan historis pemakaian unit,” paparnya.
Spend analytics yang memanfaatkan teknologi descriptive analytics dan machine learning dapat memberikan visibilitas pengeluaran perusahaan maupun insight terkait penghematan/perbaikan, juga potensi peningkatan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dengan inisiatif ini, PLN sepanjang 2021 dapat menghemat sebesar Rp 1,5 triliun, jauh lebih efisien dibandingkan 2020 sebesar Rp 2,1 miliar.
Darmawan melanjutkan, inisiatif cost estimation membuat alat penghitung Harga Perkiraan Engineering/Harga Perkiraan Sendiri (HPE/HPS) berdasarkan struktur biaya yang dapat dimutakhirkan sesuai market indeks terkini menggunakan descriptive analytics.
Alhasil, PLN dapat menghitung secara otomatis berapa biaya yang diperlukan dalam membuat satu material berdasarkan struktur biaya yang diperlukan.