Interkoneksi Sumatera-Bangka menjadi salah satu sistem kelistrikan dengan kabel laut terpanjang di Indonesia dan merupakan salah satu pembangunan transmisi ketenagalistrikan dengan tingkat kesulitan yang tinggi.
Proses pembangunan SUTT 150 kV, SKTT 150 kV dan Landing Point berada pada area berkontur ekstrem berupa rawa, tanah berlumpur dan rawan predator sungai, sehingga pengerjaannya membutuhkan keahlian dan metode khusus.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Salah satu contohnya, mobilisasi peralatan dan material harus ditempuh menggunakan kapal kecil dan sangat bergantung dengan kondisi pasang surut air laut.
Wiluyo mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada seluruh stakeholder yang telah memberikan bantuan dan dukungan hingga beroperasinya infrastruktur ketenagalistrikan ini.
“Pembangunan ini merupakan wujud komitmen PLN dalam menghadirkan energi listrik yang bersih dan berwawasan lingkungan untuk menjawab tantangan zaman dalam memberikan layanan kelistrikan yang andal, berkesinambungan dan ramah lingkungan bagi masyarakat,” ujar Wiluyo.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Beroperasinya sistem interkoneksi Sumatera-Bangka turut berkontribusi mewujudkan target net zero emission.
Beberapa pembangkit yang menggunakan bahan bakar minyak, seperti beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berkapasitas total 83 MW akan dinonaktifkan dan hanya digunakan sebagai back up sistem.
Di samping itu, sistem interkoneksi ini berpotensi memberikan penghematan biaya pokok produksi sebesar Rp 795 /kWh atau 1,03 triliun per tahun dan pengurangan pemakaian BBM B0 sebesar 91,98 juta liter/tahun dan B30 sebesar 137,29 juta liter/tahun. [Tio]