Darmawan mengatakan, program co-firing tidak memerlukan investasi untuk pembangunan pembangkit baru dan hanya mengoptimalkan biaya operasional untuk pembelian biomassa.
Dengan kemudahan tersebut, PLN juga dapat meningkatkan perekonomian masyarakat di sekitarnya sebagai penyuplai bahan baku pembangkit.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Di satu sisi, program ini akan membantu Pemda maupun Pemkot untuk mengatasi permasalahan sampah di daerah. Bagi masyarakat, akan meningkatkan pendapatan dan menyerap tenaga kerja dari pengelolaan sampah," ujar Darmawan.
Bagi PLN, program co-firing merupakan bagian dari transformasi PLN untuk mendukung program peningkatan bauran energi baru terbarukan 23 persen hingga 2025.
Dia pun menjabarkan, dari data yang dikumpulkan oleh PLN, manfaat implementasi co-firing pada 52 PLTU milik PLN dapat mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 11 juta ton CO2e.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
Dari program yang telah berjalan tercatat program co-firing berhasil mengurangi masalah sampah di negeri ini sampai 59.649 ton.
Berdasarkan sisi pemberdayaan masyarakat, program ini telah menyerap 2.032 tenaga kerja dengan penerima manfaat mencapai 5.231 orang. Alhasil, masyarakat dapat merasakan peningkatan pendapatan mencapai Rp 1,1 miliar.
Di sisi lain, PLN juga mendapatkan efisiensi dari ekonomi kerakyatan co-firing tersebut karena membantu penurunan biaya operasi sebesar Rp 13,7 miliar.