PLNWatch.WahanaNews.co | Langkah PT PLN (Persero) dengan mengadopsi teknologi co-firing bukan semata untuk mengakselerasi pemenuhan target bauran energi sebesar 23 persen pada 2025 melainkan juga diharapkan dapat menggerakkan roda perekonomian sebagai bagian dari ekonomi sirkular.
Hingga 2025, PLN menargetkan untuk mengimplementasikan co-firing kepada 52 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sebagai salah satu upaya jangka pendek dalam mengurangi emisi karbon.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Namun, bagi PLN, teknologi co-firing ini juga mengajak masyarakat terlibat aktif dalam penanaman tanaman biomassa, maupun mengelola sampah rumah tangga untuk dijadikan campuran bahan bakar pembangkit PLTU.
Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo menjelaskan, melalui Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), PLN pun telah menyiapkan lima program pemberdayaan masyarakat pengelolaan sampah menjadi bahan baku co-firing.
Program sampah menjadi energi ini merupakan bentuk strategi TJSL berbasis creating share value di bidang lingkungan yang mengubah sampah menjadi bahan bakar jumputan padat.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
“Di antara inovasi lain yang ada, co-firing ini memiliki keunggulan memberikan dampak di sisi sosial ekonomi karena mampu memberdayakan masyarakat. Jadi bukan hanya PLN saja, masyarakat juga ikut berperan aktif menjaga keberlangsungan bumi kita tercinta,” ujarnya dalam keterangan resmi beberapa waktu lalu.
Program sampah menjadi energi ini telah disiapkan di lokasi tersebar, yakni Bengkayang Kalimantan Barat, Cilegon Banten, Pangkalan Susu Sumatra Utara, Tenayan Riau, dan Balikpapan Kalimantan Timur.
Sebelumnya, program TJSL pengelolaan sampah menjadi energi ini telah dilaksanakan di Ende, NTT dan Pulau Tinggi, Bangka Belitung.