Pemerintah juga sedang mengusulkan pembangunan fasilitas pencampuran untuk komoditas batu bara (coal blending facility). Langkah tersebut bertujuan untuk memberikan keadilan dalam mengatasi permasalahan pelaksanaan kewajiban Domestic Market Obligation (DMO) batu bara bagi industri maupun perusahaan tambang.
Ridwan menerangkan bahwa perubahan tersebut sedang dalam tahap kajian internal di Kementerian ESDM.
"Kami sedang melakukan diskusi, pendalaman, dan wacana-wacana untuk lebih meningkatkan daya guna kebijakan DMO 25%," kata Ridwan.
Baca Juga:
5 Juragan Batu Bara RI, Juaranya Punya Harta Rp 378 T
Penetapan kebijakan DMO tersebut, dijelaskannya tidak mudah dilakukan oleh perusahaan karena tidak seluruh spesifikasi batu bara yang diproduksi oleh Badan Usaha (BU) Pertambangan memiliki pasar dalam negeri dan dapat diserap oleh pasar domestik.
"Kami mendorong PLN khususnya atau perusahaan pengguna yang lain untuk membangun fasilitas pencampuran batubara (coal blending facility) yang dikelola BUMN/Swasta untuk mengolah berbagai spesifikasi batubra agar sesuai dengan kebutuhan dalam negeri," jelasnya.
Usulan lainnya adalah dengan membuat skema pengenaan dana kompensasi bagi BU pertambangan yang tidak memenuhi kewajiban DMO.
Baca Juga:
Kenaikan Harga Batu Bara, PLN Was-was Kekurangan Pasokan
"Dana kompensasi ini dapat juga digunakan untuk berbagai keperluan dalam mendukung tingkat kesesuaian produk batubara baik sebagai tambahan subsidi atau dukungan pendanaan untuk coal blending facilty," ungkapnya.
Ridwan menjelaskan konsumsi batu bara dalam negeri selama ini lebih kecil dibandingkan dengan tingkat produksi batu bara nasional. Selain itu, tidak semua BU pertambangan memiliki kesempatan kontrak penjualan dengan pengguna batu bara dalam negeri.
Lantas apa kata PLN?