Lalu, per 21 Agustus 2001, PLTP Lahendong, proyek besar itu, berhasil beroperasi.
Dan, mulai saat itu, barulah warga Tondangow merasakan dampak yang sesungguhnya.
Baca Juga:
Gelar Naker Expo, Kemnaker Sediakan Puluhan Ribu Lowongan Pekerjaan di Tiga Kota
“Sejak itu, pasokan listrik di kampung kami bagus. Sudah hampir tidak pernah padam seharian, seperti cerita-cerita kakek dan nenek saya di tahun 1990-an,” kata Merry.
Sejak itu jualah, semakin banyak warga Tondangow yang berlangganan listrik.
Merry bilang, para petugas sekitar, yang sebenarnya fokus untuk menangani pembangkit, tak segan melayani permintaan pasang baru.
Baca Juga:
Sudinkes Jakarta Barat Ingatkan Rumah Sakit Terus Terapkan Pelayanan Berbasis Hospitality
Tak sedikit juga warga kampung sekitar, seperti dari Tondangow dan Pangolombian, yang terserap menjadi tenaga kerja alih daya.
PLTP Lahendong pun kemudian menjadi penanda sejarah kelistrikan di Tanah Air.
Lewat pembangkit pertamanya (Unit 1), yang berkapasitas 20 megawatt (MW), untuk pertama kalinya uap panas dari dalam perut bumi Sulawesi dimanfaatkan menjadi listrik, demi menerangi kehidupan masyarakat dan memutar roda perekonomian.